“ MERENDAHKAN DIRI DEMI KEBENARAN ”

( 1 SAMUEL 20 : 1 – 17 )
Teori Hirarki Kebutuhan Manusia yang dicetuskan oleh Abraham Maslow menyatakan bahwa setiap manusia memiliki lima kebutuhan dasar dalam hidupnya. Salah satu kebutuhan dasar itu adalah kebutuhan akan harga diri. Manusia dipengaruhi oleh dorongan mendasar, diantaranya adalah dorongan ingin berkuasa untuk pembentukan sebuah harga dirinya. Kebutuhan dasar akan harga diri inilah yang membuat manusia sulit untuk merendahkan diri di tengah relasi dengan sesamanya.

Namun, sebagai orang percaya hari ini kita belajar dari relasi yang terdiri antara Yonathan dan Daud yang mengajarkan kepada kita semua pentingnya merendahkan diri. Teks kita menceritakan tentang Raja Saul sedang berusaha membunuh Daud. Usaha Raja Saul untuk membunuh Daud, membuat Daud lari dan akhirnya datang kepada Yonathan (anak Raja Saul). Daud menceritakan semua yang telah dilakukan oleh Raja Saul kepadanya yaitu usaha untuk membunuh Daud. Pada awalnya Yonathan tidak percaya, karena biasanya segala rencana yang akan dilakukan oleh ayahnya selalu diceritakan terlebih dahulu kepada Yonathan. Tetapi, ketika Daud menjelaskan bahwa tidak mungkin Raja Saul menceritakan rencananya itu kepada Yonathan, karena Raja Saul tahu anaknya sangat menyayangi Daud. Maka, percayalah Yonathan.

Kepercayaan Yonathan terwujud nyata dalam sikap yang mau merendahkan diri sebagai anak Raja untuk menolong Daud. Sebagai anak Raja, bisa saja Yonathan membela ayahnya dan berusaha menjaga harga dirinya secara khusus harga diri keluarga besarnya ketika mendengar cerita Daud. Tetapi Yonathan menyikapi cerita Daud dengan cara benar yaitu merendahkan diri untuk menolong Daud, karena Yonathan mau bahwa kebenaran Allah harus dinyatakan. Dengan merendahkan diri di hadapan Daud akhirnya Yonathan bisa mengetahui rencana jahat ayahnya yang tidak dikehendaki oleh Allah. “Mampukah kita merendahkan diri seperti Yonathan di tengah kekuasaan yang mungkin sedang kita miliki?” Mari lakukanlah.

“ PENGAKUAN JUJUR = KERENDAHAN HATI ”

( MAZMUR 51 : 1 – 15 )
Setiap kita pernah melakukan kesalahan. Perbuatan salah yang dilakukan dengan disadari atau tanpa disadari. Persoalannya adalah bagaimana kita jujur atas kesalahan yang kita perbuat tersebut. Jika kesalahan yang kita lakukan itu tanpa kita sadari dan pada akhirnya kita sadari dan akui maka kita berlaku jujur. Namun jika kesalahan itu dengan sadar dilakukan, barangkali kita akan merasa biasa-biasa saja dan tidak pernah merasa bersalah. Kita tidak akan pernah mengakui dan menyangkalnya. Tidak ada kejujuran dalam diri kita.

Nats ini merupakan doa pengakuan dosa Daud dan memperlihatkan sikap penyesalan yang sangat oleh Daud. Teguran Tuhan melalui nabi Natan atas rencana jahat yang dilakukannya atas dasar keinginan memiliki istri Uria yakni Batsyeba. Akibatnya Daud selalu menggumuli dosa yang dilakukannya itu.. “aku senantiasa bergumul dengan dosaku” (ay.5). Daud menyadari bahwa dosa sekecil apapun tidak bisa disembunyikan dari hadapan Tuhan. Daud memohon pengasihan Allah untuk menghapus, membersihkan, mentahirkan kesalahannya (ay.3-4). Ungkapan kesungguhan Daud agar “keluar” dari pergumulannya untuk kembali pulih dan sembuh dari kuasa doa (ay.9-14). Jika Tuhan memulihkan, ada janji untuk mengingatkan dan menegur orang-orang yang bersalah agar mereka berbalik kepada Tuhan (ay.15).

Kondisi kehidupan saat ini, banyak yang tidak peduli bahkan tidak takut untuk melakukan kesalahan. Lebih buruk, merasa diri benar dan hanya dapat melihat dan mempermasalahkan kesalahan orang lain. Yang penting diri senang dan memperoleh apa yang diinginkan tanpa memperdulikan cara memperolehnya benar atau salah. Akuilah dengan kejujuran setiap tindakan salah kita. Dengan ungkapan kejujuran inilah wujud sikap kita mau merendahkan diri kepada Tuhan untuk dapat bersikap benar bagi sesama.

“ DUTA PEMBAWA DAMAI ”

( TITUS 1 : 1 – 3 )
Sering kita mendengar seseorang yang diangkat atau ditunjuk sebagai “duta” dari kegiatan atau organisasi; misalnya duta perdamaian, duta kebudayaan Indonesia, duta baca, dsb. Fungsi atau tugasnya menyampaikan visi dan misi atas terpilihnya sebagai duta tersebut. Namun yang paling penting atas tugas tersebut adalah keteladanan diri atas tanggungjawab selaku “duta” yang disandangnya. Selaku duta perdamaian dirinya harus selalu membawa damai bagi setiap orang bukan sumber kekacauan. Duta kebudayaan harus mengenal keanekaragaman budaya Indonesia.

Keteladanan inilah yang menjadi catatan penting Paulus di awal suratnya kepada Titus. Titus sebagai rekan kerja Paulus ditugaskan untuk melayani jemaat di Kreta. Untuk itu Titus harus mempunyai keteladanan yang baik dalam melayani. Titus harus memelihara iman orang percaya dengan menjaga, merawat dan mengayomi umat dengan pengajaran yang benar. Dengan demikian umat setia kepada Allah dan kesalehan hanya di dalam Tuhan sehingga pengharapan kepada-Nya sungguh nyata dalam kehidupan umat. Penghapan akan hidup kekal yang sebelum permulaan zaman dijanjikan oleh Allah yang tidak berdusta (ay.2).

Kita selaku pribadi-pribadi, menjadi “Duta Allah”. Yang berkewajiban menyampaikan dan meneruskan kehendak Allah kepada seluruh umat. Salah satu yang harus dinyatakan adalah sebagai pembawa damai. Kita harus memberikan rasa nyaman dan tidak menjadi sumber masalah. Kita harus mampu menunjukkan keteduhan hati dan mendorong orang lain untuk saling menerima dan mengasihi. Pada akhirnya kita mewujudkan rasa aman dan tentram karena kita “menularkan” rasa damai bagi semua pihak. Damai yang tercipta tidak memandang latar belakang, suku, status pendidikan, ekonomi dan agama. Kita menyadari semua adalah teman yang saling mengasihi dan dikasihi. Jadilah “Duta Allah” dalam hidup kita.

“ PELAKU DAMAI ”

( ROMA 5 : 1 – 5 )
Mengawali bulan Oktober 2017, dunia dikejutkan dengan berita penembakan massal dalam acara konser musik, di Las Vegas, USA. Lebih dari 50 orang tewas dan ratusan luka-luka, termasuk aparat kepolisian. Pembunuhan massal seperti ini bukan pertama kali terjadi di Amerika Serikat, dan pasti bisa terjadi dimana saja, atas siapa dan kapan saja. Dunia ini dibuat takut dan was-was. Hal yang sama telah dan sedang mempengaruhi keadaan kita, ketika berbagai kejahatan dan ancaman dibiarkan terjadi di sekitar kita, dan tak seorangpun yang peduli. Kepedihan mereka juga adalah kepedihan kita. Ratapan saudara-saudara yang mengalami penganiayaan dan ketidakadilan adalah ratapan kita juga. Hati kita turut pedih karena hal-hal itu terjadi, sementara tidak ada yang dapat kita lakukan bahkan kendalikan. Sulit rasanya menerima bahwa oleh tindakan satu orang, kepedihan yang mendalam harus dirasakan oleh banyak orang. Sekalipun demikian, kita tau bahwa Bapa kita turut meratap dengan kita. Pencipta kita adalah Bapa yang mengasihi anak-anak-Nya, sehingga anak-Nya telah mati bagi kita (5:1). Ia merasakan apa yang kita rasakan, termasuk kepedihan dan ratapan kita. Ia mau kita meratap bersama mereka yang meratap di dunia ini, tetapi dengan melakukan sesuatu yang dapat memulihkan dunia yang menyedihkan itu dengan cara menghadirkan damai, dan menjadi pelaku damai. Jika kita menyerah, maka kejahatan akan menang, jika kita angkat tangan, iblis akan bersorak. Karena kita telah mengalami pendamaian oleh Kristus, maka sudah waktunya kita menjadi penerus perdamaian melalui perbuatan nyata kita. Harapannnya bahwa di tengah dunia yang hancur, kita dapat bertahan dan menolong sesama untuk bangkit dan bertahan dalam pengharapan. John Wesley, “Lakukanlah kebaikan sebisamu dengan segala kemampuan yang kamu miliki, dengan berbagai cara sedapatmu di mana, kapan dan kepada siapa saja, sepanjang kamu dapat melakukannya.”

PERHATIKAN PERINTAH-NYA

Yesaya 48 : 14 – 19
Perang, penembakan massa, dan teror telah menjadi isi berita yang kita serap setiap hari. Hidup seolah berisi kejahatan, peperangan dan jauh dari damai sejahtera. Ketakutan, cemas, kuatir, tidak ada harapan adalah kata-kata dalam kamus sehari-hari.

Israel memiliki kamus kata-kata yang sama, ketika mereka menjalani hari-hari jauh dari Tuhan. Kata-kata itu menjadi jawaban atas setiap peristiwa hidup yang mereka lalui. Konsekuensi dari pilihan untuk berpaling dari Tuhan adalah jauhnya damai sejahtera dari hidup kita. Tidak ada pilihan lain, bagi Yesaya untuk mengingatkan Israel, jika ingin hidup dalam damai sejahtera, mereka harus memandang kepada Allah, yang adalah Pencipta dan Pengendali alam semesta ini. Damai sejahtera hanya dapat mengalir dalam hidup umat, ketika mereka kembali kepada Allah. Kembali kepada Allah, berarti sedia mengarahkan seluruh keberadaan kita kepada perintah-Nya. Menjadikan-Nya sebagai pusat hidup dan ibadah umat. Damai sejahtera akan mengalir seperti sungai. Tidak ada yang dapat menghalangi atau menghentikan damai sejahtera yang berasal dari Allah. Kesulitan hidup, halangan, tantangan dapat diatasi. Seperti sungai yang mengalir, dimana tidak ada yang dapat menghalangi kemana air sungai mengalir. Demikianlah damai sejahtera yang dimiliki orang-orang yang menyatu dengan kehendak Allah.

Jangan biarkan dunia menggantikan damai sejahtera Allah hadir dalam hidup kita. Ganti kata-kata yang melemahkan, merendahkan, menakutkan dan menekan dengan kata-kata baru yang menandai hadirnya damai sejahtera dalam kita. Jadikan Tuhan, pusat dan sumber kekuatan kita, karena di dalam-Nya kita mengalami kekuatan dan kesanggupan baru untuk mengubah dunia yang jauh dari damai sejahtera.

KERJA MENDATANGKAN BERKAT

Rut 2 : 1 – 7

Kemiskinan merupakan masalah global yang dihadapi semua pemerintah yang berkuasa. Kesadaran menolong penduduk miskin dikampanyekan oleh badan-badan internasional agar tercipta keadilan dan kesejahteraan sosial. Alkitab mencatat soal kelaparan yang membuat rakyat miskin berpindah ke tempat dimana makanan dapat diperoleh. Keluarga Naomi sudah melewati masa sengsara yang berat dengan pindah ke Moab (1:1-2). Nyatanya, situasi bertambah buruk dengan kematian suami dan kedua putranya. Naomi akhirnya kembali ke Betlehem bersama menantu perempuannya Rut, yang juga seorang janda saat musim menuai jelai.

Bukan kebetulan bahwa mereka kembali saat musim panen tiba. Artinya, makanan berlimpah dan orang miskin pasti mendapat bagian juga. Jaminan kesejahteraan sosial dicatat dalam kitab Imamat 23:22 dan Ulangan 24:19-21. Mereka yang disebut orang miskin dan orang asing memperoleh berkat Tuhan saat musim panen datang. Rut dengan cekatan melakukan apa yang menjadi tanggungjawabnya. Rut berbicara dengan ibu mertua agar kepergiannya tidak menimbulkan kecurigaan. Persetujuan Naomi memperlihatkan kasihnya kepada Rut. Rut bekerja dengan maksimal untuk mencukupkan kebutuhan mereka berdua. Rut percaya bahwa ada berkat Tuhan melalui orang yang mau menolong sesama. Boas memperhatikan pekerjaannya dan mereka yang ikut menikmati berkat Tuhan yang tersedia. Boas peduli atas kesejahteraan orang lain dan sedia berbagi berkat.

Kemiskinan bukan jadi pembenaran untuk mencuri. Dengan kelengkapan tubuh yang sempurna, setiap orang mestinya dapat bekerja mencukupkan keperluannya. Asal tidak gengsi, selalu ada kerja yang mendatangkan berkat. Gengsi sering membuat seseorang yang menyia-nyiakan waktunya untuk menunggu hal yang tidak pasti. Orang tua perlu mendukung dan mendoakan anak-anak mereka yang mau bekerja bagi masa depannya. Tuhan selalu menolong kita dalam kesungguhan kita mendapatkan berkat-Nya.

Perayaan Yang Mendorong Kesadaran Umat

Keluaran 13 : 1 – 10 / Hal itu bagimu harus menjadi tanda pada tanganmu dan menjadi peringatan di dahimu, supaya hukum TUHAN ada di bibirmu; sebab dengan tangan yang kuat TUHAN telah membawa engkau keluar dari Mesir. (ay. 9) — Gambar, tanda, benda dan peristiwa dapat menjadi simbol. Dalam kehidupan umat Israel, simbol menjadi alat peraga dalam menghayati iman mereka kepada Allah Israel. Seperti darah anak domba yang dioleskan pada pintu, roti tak beragi, anggur dan lain sebagainya. Sebagai simbol, benda-benda itu tidak hanya menunjuk, tetapi juga mengandung arti dan membangkitkan emosi; ia berbicara melalui mata menuju hati dan melibatkan akal budi. Pada awalnya peringatan itu adalah perintah Allah sendiri bagi umat untuk merayakannya.