“ DUTA PEMBAWA DAMAI ”

( TITUS 1 : 1 – 3 )
Sering kita mendengar seseorang yang diangkat atau ditunjuk sebagai “duta” dari kegiatan atau organisasi; misalnya duta perdamaian, duta kebudayaan Indonesia, duta baca, dsb. Fungsi atau tugasnya menyampaikan visi dan misi atas terpilihnya sebagai duta tersebut. Namun yang paling penting atas tugas tersebut adalah keteladanan diri atas tanggungjawab selaku “duta” yang disandangnya. Selaku duta perdamaian dirinya harus selalu membawa damai bagi setiap orang bukan sumber kekacauan. Duta kebudayaan harus mengenal keanekaragaman budaya Indonesia.

Keteladanan inilah yang menjadi catatan penting Paulus di awal suratnya kepada Titus. Titus sebagai rekan kerja Paulus ditugaskan untuk melayani jemaat di Kreta. Untuk itu Titus harus mempunyai keteladanan yang baik dalam melayani. Titus harus memelihara iman orang percaya dengan menjaga, merawat dan mengayomi umat dengan pengajaran yang benar. Dengan demikian umat setia kepada Allah dan kesalehan hanya di dalam Tuhan sehingga pengharapan kepada-Nya sungguh nyata dalam kehidupan umat. Penghapan akan hidup kekal yang sebelum permulaan zaman dijanjikan oleh Allah yang tidak berdusta (ay.2).

Kita selaku pribadi-pribadi, menjadi “Duta Allah”. Yang berkewajiban menyampaikan dan meneruskan kehendak Allah kepada seluruh umat. Salah satu yang harus dinyatakan adalah sebagai pembawa damai. Kita harus memberikan rasa nyaman dan tidak menjadi sumber masalah. Kita harus mampu menunjukkan keteduhan hati dan mendorong orang lain untuk saling menerima dan mengasihi. Pada akhirnya kita mewujudkan rasa aman dan tentram karena kita “menularkan” rasa damai bagi semua pihak. Damai yang tercipta tidak memandang latar belakang, suku, status pendidikan, ekonomi dan agama. Kita menyadari semua adalah teman yang saling mengasihi dan dikasihi. Jadilah “Duta Allah” dalam hidup kita.